Jumat, 19 Oktober 2012

Bersandar Hanya Kepada Allah



Tiada keberuntungan yang sangat besar dalam hidup ini, kecuali orang yang tidak memiliki sandaran, selain bersandar kepada Allah SWT. Dengan meyakini bahwa memang Allah-lah yang menguasai segala-galanya; mutlak, tidak ada satu celah pun yang luput dari kekuasaan Allah, tidak ada satu noktah sekecil apa pun yang luput dari genggaman Allah. Total, sempurna, segala-galanya Allah yang membuat, Allah yang mengurus, Allah yang menguasai.

Ada pun kita, manusia, diberi kebebasan untuk memilih, "Faalhamaha fujuraha wataqwaaha." (dan sudah diilhamkan di hati manusia untuk memilih mana kebaikan dan mana keburukan).

Potensi baik dan potensi buruk telah diberikan, kita tinggal memilih mana yang akan dikembangkan dalam hidup ini. Oleh karena itu, jangan salahkan siapa pun andaikata kita termasuk berkelakuan buruk dan terpuruk, kecuali dirinyalah yang memilih menjadi buruk. Naudzubillah.

Sedangkan keberuntungan bagi orang-orang yang bersandarnya kepada Allah mengakibatkan dunia ini, atau siapa pun, terlampau kecil untuk menjadi sandaran baginya. Sebab, seseorang yang bersandar pada sebuah tiang akan sangat takut tiangnya diambil, karena dia akan terguling, akan terjatuh. Bersandar kepada sebuah kursi, takut kursinya diambil. Begitulah orang-orang yang panik dalam kehidupan ini karena dia bersandar pada kedudukannya, bersandar kepada hartanya, bersandar kepada penghasilannya, bersandar kepada kekuatan fisiknya, bersandar kepada depositonya, atau sandaran-sandaran lainnya.

Padahal, semua yang kita sandari sangat mudah bagi Allah (mengatakan ‘sangat mudah’ juga ini terlalu kurang etis), atau akan ‘sangat mudah sekali’ bagi Allah mengambil apa saja yang kita sandari. Namun, andaikata kita hanya bersandar kepada Allah yang menguasai setiap kejadian, "laa khaufun 'alaihim walahum yahjanun’, kita tidak pernah akan panik, Insya Allah.

Jabatan diambil, tak masalah karena jaminan dari Allah tidak tergantung jabatan. Punya kedudukan di kantor, jika kedudukan itu malah memperbudak diri kita, bahkan tidak jarang menjerumuskan dan menghinakan kita, ketika diambil justru itu adalah kebaikan. Kita lihat banyak orang terpuruk hina karena jabatannya. Maka, kalau kita bergantung pada kedudukan atau jabatan, kita akan takut kehilangannya. Akibatnya, kita akan berusaha mati-matian untuk mengamankannya dan terkadang sikap kita jadi jauh dari kearifan.

Tapi bagi orang yang bersandar kepada Allah dengan ikhlas, “Ya silahkan... Buat apa bagi saya jabatan, kalau jabatan itu tidak mendekatkan kepada Allah, tidak membuat saya terhormat dalam pandangan Allah?” Tidak apa-apa jabatan kita kecil dalam pandangan manusia, tapi besar dalam pandangan Allah karena kita dapat mempertanggungjawabkannya. Tidak apa-apa kita tidak mendapatkan pujian, penghormatan dari makhluk, tapi mendapat penghormatan yang besar dari Allah SWT. Percayalah walaupun kita punya gaji 10 juta rupiah, tidak sulit bagi Allah sehingga kita punya kebutuhan 12 juta. Kita punya gaji 15 juta, tapi oleh Allah diberi penyakit senilai 16 juta, sudah tekor itu.

Oleh karena itu, jangan bersandar kepada gaji atau pula bersandar kepada tabungan. Punya tabungan uang, mudah bagi Allah untuk mengambilnya. Cukup saja dibuat urusan sehingga kita harus mengganti dan lebih besar dari tabungan kita. Demi Allah, tidak ada yang harus kita gantungi selain hanya Allah saja. Punya orangtua seorang pejabat, punya kekuasaan, jika dikehendaki, mudah bagi Allah untuk memberikan penyakit yang membuat orangtua kita tidak bisa melakukan apa pun, sehingga jabatannya harus segera digantikan, misalnya.



Source : Ustad AA Gym.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar